Sahabat MAQI Peduli.. Perlu kita ketahui bahwasanya manusia ketika hidup ke alam dunia ini, akan mengalami beberapa fase yaitu yang pertama fase Aulad (15 Th), yang kedua Fase Syabab (40 Th), yang ketiga Fase Kuhul (60 Th), dan yang terakhir Fase Syuyukh (Sampai Ajal). Firman Allah Swt dalam Qs. Fathir ayat ke 37 :
اَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاۤءَكُمُ النَّذِيْرُۗ
“Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa (yang cukup) untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir. (Bukankah pula) telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan?
Dalam ayat tersebut Allah SWT menegaskan kepada manusia agar memikirkan apa yang harus mereka lakukan ketika umur mereka semakin bertambah, untuk menjawab hal tersebut maka perlu kita tinjau dari hadis-hadis Rosulullah SAW sebagai berikut :
- Peringatan Umur 40-60 Tahun
وَاَمَّا الأَحَادِيْثُ فَالأَوَّلُ : عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ، عَنْ النَّبِيِّ ص. قَالَ: أعْذَرَ اللّٰهُ إلَى امْرِىءٍ أَخَّرَ أجلَه حَتَّى بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً . رواه البخارى
Pertama: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasalam, sabdanya: “Allah tetap menerima uzur -alasan- seorang yang diakhirkan ajalnya, sehingga ia berumur enam puluh tahun.” (Riwayat Bukhari.
Para ulama berkata bahwa maknanya itu ialah Allah tidak akan membiarkan -tidak menerima- uzur seorang yang sudah berumur enampuluh tahun itu, sebab telah dilambatkan oleh Allah sampai masa yang setua itu. Dikatakan: Azarar rajulu: apabila ia sangat banyak mengemukakan keuzurannya.
- Kemuliaan Seseorang diukur dengan Ilmunya bukan Umurnya
الثَانِي : عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا، قَالَ : كَانَ عُمَرَ ر.ع يُدْخِلُنِى مَعَ أَشْيَاخٍ بَدْرٍ، فَكَأَنَّ بَعْضُهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ فَقَالَ : لِمَ يَدْخُلُ هَذَا مَعْنَا وَ لَنَا أَبْنَاءُ مِثْلُهُ، ؟ فَقَالَ عُمَرُ : إِنَّهُ مِنْ حَيْثُ عَلِمْتُمْ، فَدَعَانى ذَاتَ يَوْمٍ فَأدْخُلَنى مَعَهُمْ، فَمَا رَأَيْتُ أَنَّهُ دَعَانِى يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيْهُمْ قَالَ : مَا تَقُوْلُوْنَ فِى قَوْلِ اللّٰهِ تَعَالى : إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ . (النصر : ١) فَقَالَ بَعْضُهُمْ : أَمِرْنَا نَحْمَدُ اللّٰهَ وَ نَسْتَغْفِرُهُ إِذَا نَصَرْنَا وَفَتَحَ عَلَيْنَا. وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ لِى : أَكَذَلِكَ تَقُوْلُ يَا اِبْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ : لَا . قَالَ فِمَا تَقُوْلُ؟ قُلْتُ هُوَ أَجْلُ رَسُوْلِ اللّٰهِ ص. أَعْلَمَهُ لَهُ قَالَ : إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالفَتْحُ. وَذٰلِكَ عَلَامَةُ أَجْلِهِ : فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ، إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (النصر : ٣) فَقَالَ عُمَرُ ر.ع. : مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَقُوْلُ. رواه البخارى.
Kedua: Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Umar radhiyallahu anhu memasukkan diriku [11] dalam barisan sahabat-sahabat tua yang pernah mengikuti perang Badar. Maka sebagian orang-orang tua itu seolah-olah ada yang merasakan tidak enak dalam jiwanya, lalu berkata: “Mengapa orang ini masuk beserta kita, sedangkan kita mempunyai anak-anak yang sebaya umurnya dengan dia?” Umar kemudian menjawab: “Sebenarnya dia itu sebagaimana yang engkau semua ketahui.” – maksudnya bahwa Ibnu Abbas itu diasuh dalam rumah kenabian dan ia adalah sumber ilmu pengetahuan dan berbagai pendapat yang tepat-. Selanjutnya pada suatu hari Umar memanggil saya, lalu memasukkan saya bersama-sama dengan para orang tua di atas. Saya tidak mengerti bahwa Umar memanggil saya pada hari itu, melainkan hanya untuk memperlihatkan keadaan saya kepada mereka itu. Umar itu berkata: “Bagaimanakah pendapat saudara-saudara mengenai firman Allah -yang artinya: “Jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.” Maka sebagian para sahabat tua-tua itu berkata: “Maksudnya ialah kita diperintah supaya memuji kepada Allah serta memohonkan pengampunan daripadaNya jikalau kita diberi pertolongan serta kemenangan.” Sebagian mereka yang lain diam saja dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Umar lalu berkata kepadaku: “Adakah demikian itu pula pendapatmu, hai Ibnu Abbas?” Saya lalu menjawab: “Tidak.” Umar bertanya lagi: “Jadi bagaimanakah pendapatmu?” Saya menjawab: “Itu adalah menunjukkan tentang ajal Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, Allah telah memberitahukan pada beliau tentang dekat tibanya ajal itu. Jadi Allah berfirman -yang artinya: “Jikalau telah datang pertolongan dari Allah serta kemenangan,” maka yang sedemikian itu adalah sebagai tanda datangnya ajalmu. Oleh sebab itu maka memaha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan padaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat.” Umar radhiyallahu anhu lalu berkata: “Memang, saya sendiri tidak mempunyai pendapat selain daripada seperti apa yang telah engkau ucapkan itu.” (Riwayat Bukhari).
- Memperbanyak Dzikir dan Do’a dimasa Tua (Saatnya Membenahi diri)
الثَالِثُ : عَنْ عَائشَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا قَالَتْ : مَا صَلَّى رسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّٰهُ عليه و سَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ. إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ. إِلَّا يَقُوْلُ فِيْهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى. متفق عليه
Ketiga: Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Tidaklah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bershalat sesuatu shalat setelah turunnya ayat: Idzaja anashrullahi walfathu -Apabila telah tiba pertolongan dari Allah dan kemenangan, melainkan dalam shalatnya itu selalu mengucapkan: Subhanaka rabbana wa bihamdik, Allahummaghfirli -Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah berilah pengampunan padaku.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam riwayat yang tertera dalam kedua kitab shahih -yakni Bukhari dan Muslim, disebutkan dari Aisyah pula demikian: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam itu memperbanyakkan ucapannya dalam ruku’ dan sujudnya yaitu: Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika, Allahummaghfirli -Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah, berikanlah pengampunan padaku,” beliau mengamalkan benar-benar apa-apa yang menjadi isi al-Quran. Makna: Yata-awwalul Quran ialah mengamalkan apa-apa yang diperintahkan pada beliau itu yang tersebut dalam al-Quran, yakni dalam firman Allah Ta’ala: Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, artinya: Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada TuhanMu dan mohonlah pengampunan kepadaNya.
Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam itu memperbanyak ucapannya sebelum wafatnya, yaitu: Subhanaka wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik -Maha Suci Engkau dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaMu. Aisyah berkata: Saya berkata: “Hai Rasulullah, apakah artinya kalimat-kalimat yang saya lihat Tuan baru mengucapkannya itu?” Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Itu dijadikan sebagai alamat -tanda- bagiku untuk umatku, jikalau saya telah melihat alamat -tanda- tersebut. Itu saya ucapkan apabila telah datang pertolongan dari Allah dan kemenangan.” Beliau membaca surat an- Nashr itu sampai selesai.
- Masa Tua Disibukan dengan Ibadah (Menghilangkan hawa nafsu dan mengendalikan diri)
الرابع : عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ : إِنَّ اللّٰهَ عَز َّ وَ جَلَّ تَابِعَ الوَحْيَ على رسول اللّه صَلّى الله عليه و سلم، قَبْلَ وَفَاتِهِ، حَتَّى تُوُفِّى أَكْثَرَ مَا كانَ الوَحْيُ. متفق عليه
Keempat: Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Sesungguhnya Allah ‘Azzawajalla senantiasa mengikutkan terus -sambung menyambung- dalam menurunkan wahyu kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam sebelum wafatnya sehingga beliau itu wafat, di situlah sebagian besar wahyu diturunkan.” (Muttafaq ‘alaih).
- Anjuran Husnul Khatimah (Sibuk beribadah dimasa tua)
الخامس : عن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله ص. : يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ على مَا مَاتَ عَلَيْهِ، رواه مسلم
Kelima: Dari Jabir radhiyallahu anhu, katanya: “Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Dibangkitkan setiap hamba itu -dari kuburnya, menurut -susuai keadaan- apa yang ia mati atasnya.” (Riwayat Muslim).
- Umur 40 Tahun Merupakan Masa Penentuan Baik-Buruknya
Dan diriwayatkan: sesugguhnya seorang hamba apabila mencapai umur 40 tahun kemudian ia tidak taubat, setan akan mengusap wajahnya dan berkata: inilah wajah yang tidak akan beruntung selamanya.
‘Bila seseorang sudah mencapai usia empat puluh tahun, lalu kebaikannya tidak mengatasi kejelekannya, setan mencium di antara kedua matanya dan berkata, ‘inilah manusia yang tidak beruntung’. ” (Dalam redaksi lain), ”Barang siapa umurnya sudah melebihi empat puluh tahun sedang kebaikannya tidak lebih banyak dari kejelekannya, hendaklah ia mempersiapkan keberangkatannya ke neraka.”
- Usia Umat Rasulullah Saw antara 60 Tahunan
“Usia umatku (umat Islam) antara 60 hingga 70 tahun. Dan sedikit dari mereka yang melewatinya” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Shahihul Jaami’ no. 1073).
Penulis : Ustadz Syahidan Mukri (Bendahara Yayasan MAQI Peduli Indonesia)